Kabarbanuakita.com, Muara Teweh – Perwakilan masyarakat Desa Karendan, Kabupaten Barito Utara, membantah keras tudingan Saudara Mariadi yang menyebut adanya penutupan informasi terkait pemberian tali asih dari PT NPR kepada para pemilik lahan. Klarifikasi ini disampaikan untuk meluruskan opini publik dan memperjelas posisi hukum masyarakat yang selama ini justru dirugikan.
“Tidak ada yang kami tutupi. Saya hanya menjalankan amanah dari Kepala Desa Karendan untuk membagikan dana kepada pemilik lahan yang berhak. Semua data tentang lahan dan tali asih berasal langsung dari PT NPR, bukan dari saya maupun pihak desa,” ujarnya, Kamis (22/5/2025).
Ia juga mengungkap bahwa informasi mengenai dana tali asih telah disampaikan secara terbuka kepada Mariadi untuk mengecek langsung apakah lahan kelola mereka termasuk atau tidak. Namun sayangnya, proses pengukuran lahan pun tidak melibatkan masyarakat selaku pemilik asli.
“Saya tidak diundang dalam proses pengukuran lahan yang menerima tali asih. Jadi bagaimana mungkin kami dituding menutupi?” tegasnya.
Terkait polemik jual beli ladang berpindah, ia menjelaskan bahwa jika Saudara Mariadi mempermasalahkan transaksi tersebut, maka dirinya bersama masyarakat siap mengembalikan seluruh modal yang telah diberikan, dengan catatan ladang berpindah kembali menjadi milik sah masyarakat.
“Kami tidak akan bertanggung jawab atas ladang yang dijual kembali oleh Mariadi dan kolega ke pihak lain. Modal yang diberikan bisa kami kembalikan sesuai kesepakatan awal,” lanjutnya.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Lebih jauh, warga juga menyinggung dugaan pelanggaran hukum yang justru dilakukan oleh pihak Mariadi dan kolega, antara lain:
1.Perusakan lingkungan dan perambahan hutan tanpa izin.
Mengutip berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, perambahan hutan negara secara ilegal, termasuk menggunakan alat berat atau senso (chainsaw), merupakan tindak pidana yang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
2.Penguasaan tanah secara melawan hukum. Mengacu pada Pasal 385 KUHP, setiap orang yang secara melawan hukum menguasai tanah milik orang lain dapat dijerat pidana penjara maksimal 4 tahun.
3.Pembelian tanah tanpa merujuk NJOP dan tanpa proses administratif yang sah
Bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) serta peraturan teknis agraria, jual beli tanah harus melalui notaris dan dilaporkan kepada BPN. Pembelian lahan secara langsung tanpa proses hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
4.Pelanggaran terhadap akta atau surat pernyataan tanah. Sesuai dengan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata, suatu perjanjian yang telah ditandatangani dan disepakati kedua belah pihak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Bila pihak Mariadi dan kolega melanggar isi perjanjian yang mereka sendiri tandatangani, maka itu merupakan bentuk wanprestasi.
“Jika Kepala Desa Karendan hendak diperiksa secara hukum, maka lebih dulu yang harus diperiksa adalah Saudara Mariadi dan kolega sebagai pemodal, pembeli, sekaligus pihak yang menyuruh masyarakat merambah hutan tanpa prosedur demi kepentingan mereka,” tegas Prianto.
Ia berharap penegak hukum di wilayah Kalimantan Tengah dapat bersikap netral, tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
“Kami minta aparat penegak hukum mengusut perkara ini secara transparan dan adil. Jika hukum ditegakkan sesuai aturan, maka kebenaran akan muncul dengan sendirinya,” pungkasnya.
(Hertosi/Kabar Banua Kita)

Tinggalkan Balasan