Kabarbanuakita.com, Muara Teweh – Beberapa warga Muara Teweh melakukan pembelian lahan di Desa Karendan Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara dan mendapatkan SKT (Surat Keterangan Tanah) dari Kepala Desa setempat pada tanggal 26 Mei 2021.

Namun 3 tahun kemudian tepatnya tahun 2024 surat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dikeluarkan Kepala Desa yang sama tetapi atas nama beberapa warga desanya, sehingga menjadikan kepemilikan lahan tumpang tindih dan para pembeli merasa dibenturkan dengan warga.

Semakin dianggap membuat kusut, sebuah perusahaan yakni PT. NPR melakukan pembebasan lahan dan memberikan tali asih milyaran rupiah kepada warga Karendan melalui Ricky Kepala Desa Karendan.

Semua yang disebutkan di atas menurut salah seorang warga atas nama Mariadi usai dirinya melaporkan masalah lahan yang dialaminya kepada Polres Barito Utara, (22/5/2025) Siang.

Kepada sejumlah wartawan, ia menceritakan telah mengalami kerugian sebanyak ratusan juta rupiah dan kehilangan tanah sebanyak 43 hektare. Sebagai bukti, saat pembelian ia sudah mencatatkannya di akta notaris yang memperkuat fakta jual belinya.

Mariadi tidak seorang diri, ada lagi beberapa nama seperti Blory, Bardiani, Melody, Hj. Megawati, Jamilah, Hasrat yang mengalami kerugian serupa hingga jika ditotal mencapai kerugian Miliaran Rupiah akibat membeli tanah itu.

Awal mula pembelian lahan menurut penuturan Mariadi, ia didatangi seorang warga Karendan berinisial PRI yang menawarkan lahan yang diakui sebagai milik kakek buyutnya. Pri menurut informasi adalah ipar dari Kades Karendan.

Ringkas kata Mariadi tertarik membeli serta telah melakukan survei ke lapangan yang disaksikan pula oleh banyak warga setempat di sana.

“Saudara Pri bahwa lahan itu masuk dalam wilayah pertambangan batu bara PT. NPR,” jelas Mariadi menerangkan penyebab ia tertarik, tutupnya.

Sementara itu, Kepala Desa Karendan Ricky yang dihubungi media ini secara terpisah menjelaskan, kalau dirinya tidak tahu menahu urusan tawaran atau bagaimana bentuknya kesepakatan mereka diawal.

“Jadi bisa dilihat di waktu terbit SKT dan pernyataan poin kelolanya. Kalau untuk tumpang tindih itu sebenarnya sama yang pemegang SKT punya Minarsih cs tahun 2010. Karena semua segmen 190 itu masuk data mereka,” jelas Kades Karendan menerangkan duduk persoalannya.

Bahkan, kata Kades Karendan, bukan hanya kelompok Minarsih cs saja yang mengklaim, tetapi kelompok Desa Muara Pari pun juga mengklaim semua di segment 190 ha tersebut.

“Pada intinya waktu saya diundang melalui WA dari pihak management NPR atas nama Pak Edi selaku external. Bahwa ada pertemuan di Polres atas permintaan pihak perusahaan NPR, tidak tahu apa yang akan di sepakati,” jelas Ricy.

Ternyata masalah pemberian tali asih segmen 190 ha. Dan dia hadir hanya mewakili pihak yang di undang saja, yaitu Minarsih dan Prianto.

“Adapun dana yang diserahkan pihak perusahaan itu adalah mandat yang disampaikan kepada nama-nama yang diundang pada waktu itu. Dan saya menandatangani surat kesepakatan dan akan menyampaikan kepada pihak Minarsih dan Prianto sesuai amanah dari pihak perusahaan,” lanjutnya.

Mereka yang tahu yang mana dari anggota kelompok mereka yang masuk disitu. Itu saja dan itu sudah saya laksanakan semua, Jelasnya. Kemudian kades juga mempertanyakan dari mana dulu pihak Mariadi dapat tanah. Jangan seakan dirinya yang disalahkan, karena dalam SKT dirinya hanya sebagai yang mengetahui di SKT tersebut. Sedangkan yang menyatakan punya tanah dan tanam tumbuh dia sendiri yang membuat pernyataan dalam surat tersebut, tutup Kades mengakhiri saat di hubungi media ini melalui Saluran WhatsApp malam.

(Hertosi/Kabar Banua Kita)