Kabarbanuakita.com, Muara Teweh – Masyarakat Desa Karendan, Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara, dengan ini menyampaikan keberatan dan laporan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. NPR (Nusantara Persada Resource) dalam proses pengambilalihan lahan milik masyarakat adat yang digunakan sebagai ladang berpindah.
Proses pemberian tali asih kepada pemilik ladang berpindah kami nilai tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Barito Utara, dilakukan secara tertutup, tidak transparan, serta mengabaikan prinsip musyawarah dan kesepakatan kolektif masyarakat adat. Adapun dua lokasi lahan yang terdampak masing-masing seluas 190 hektare dan 140 hektare, terletak di wilayah Desa Karendan.
Kami menduga PT. NPR menjalankan strategi manajemen konflik dengan cara mengadu domba antarwarga, memecah belah masyarakat adat untuk memuluskan pengambilalihan lahan demi kepentingan pertambangan batu bara.
Lebih dari itu, kami memiliki rekaman suara percakapan antara saudara Hison (salah satu warga pemilik lahan) dengan Hirung, perwakilan dari PT. NPR, di mana Hirung menyampaikan bahwa :
Pernyataan tersebut muncul saat saudara Hison mempertanyakan mengapa lahan dan kebunnya digarap tanpa persetujuan, dan dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan nama institusi serta intimidasi terhadap masyarakat kecil.
Situasi semakin memprihatinkan ketika Arif Subhan, pihak lain dari PT. NPR, juga menyampaikan kepada warga bahwa:
“Perusahaan ini (PT. NPR) sudah dibekingi oleh semua pihak, bahkan sampai ke tingkat pusat. Kalau ada masyarakat yang melawan, kita ketemu saja di pengadilan.”
Pernyataan ini kami nilai sebagai bentuk arogansi, intimidasi, dan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat dan ladang berpindah.
Kami Telah Mengadukan Persoalan Ini Kepada :
- Presiden Republik Indonesia
- Komisi III DPR RI
- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
- Kapolda Kalimantan Tengah
Harapan Kami :
Pemerintah pusat membentuk Tim Independen dari lembaga pusat (auditor, investigasi, dan pemantau HAM) untuk turun langsung ke lapangan dan melakukan penelusuran objektif atas dugaan pelanggaran ini.
Proses pengukuran dan pengambilalihan lahan dihentikan sementara sampai ada kejelasan hukum dan persetujuan adil dari masyarakat adat.
Aparat penegak hukum, khususnya Polres Barito Utara, bersikap netral, tidak berpihak kepada korporasi, serta menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap warga.
Fakta Tambahan :
Pengukuran lahan dilakukan tanpa melibatkan pemilik sah ladang berpindah.
Pihak PT. NPR, termasuk Arif Subhan, melakukan pendekatan individual kepada warga, yang kami nilai sebagai upaya pecah belah (divide et impera) untuk melemahkan posisi masyarakat dalam mempertahankan haknya.
Terdapat bukti rekaman suara dari pihak perusahaan yang mengklaim semua langkah sudah “sesuai arahan Kapolres”, yang kami anggap perlu diklarifikasi secara hukum.
Demikian pernyataan ini kami buat sebagai bentuk perjuangan masyarakat kecil yang mencari keadilan. Kami memohon perhatian serius dari pemerintah pusat dan semua pihak terkait agar hukum ditegakkan secara adil, transparan, dan tidak berpihak kepada kekuatan modal.
(Red/Kabar Banua Kita)

Tinggalkan Balasan