Kabarbanuakita.com, Muara Teweh – Kisruh pembebasan lahan tambang di Desa Karendan, Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Kembali mencuat setelah Jhon Kenedy, yang merupakan tokoh lokal sekaligus penerima kuasa dari sejumlah pemilik lahan, secara resmi melaporkan dugaan penggelapan dana tali asih sebesar Rp 4,75 miliar ke Kapolri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Jhon Kenedy mewakili pemilik lahan yang merasa dirugikan akibat proses pembebasan lahan oleh PT. Nusa Persada Resources (NPR), perusahaan tambang batu bara pemegang IUP dan IPPKH, yang dinilai tidak melibatkan pemilik sah dalam proses pembayaran dan verifikasi lahan seluas 190 hektare.

Menurut Jhon, pembayaran tali asih tersebut dilakukan secara diam-diam oleh PT. NPR kepada dua kepala desa, yakni Kepala Desa Karendan dan Kepala Desa Muara Pari, di Mapolres Barito Utara pada 26 Maret 2025. Jumlah dana yang diserahkan mencapai Rp4.750.000.000, masing-masing.

Rp2.612.500.000 ditransfer ke rekening atas nama Kepala Desa Karendan.

Rp2.137.500.000 ke rekening Kepala Desa Muara Pari.

Namun dalam dokumen berita acara, keduanya disebut sebagai pihak penerima atas nama pemilik lahan padahal masyarakat dan para pemilik lahan menyatakan tidak pernah memberikan kuasa atau persetujuan atas transaksi tersebut.

“Kami para pemilik lahan tidak pernah dilibatkan, apalagi diberi tahu bahwa pembayaran sudah dilakukan. Kami baru tahu setelah uang dicairkan di Mapolres. Ini jelas pelanggaran,” tegas Jhon Kenedy saat gelar Press Release, Senin (16/06/2025) di Muara Teweh.

Laporan di Tingkat Daerah Diduga Ditolak, Hukum Mandek, Jhon Melapor ke Pusat

Jhon Kenedy menyatakan telah melaporkan masalah ini ke Polres Barito Utara sejak 24 April 2025, namun prosesnya dianggap tidak berjalan. Akibatnya, ia membawa kasus ini ke tingkat nasional. Laporan dilayangkan ke Kapolri dan KPK dengan dugaan penggelapan, penyalahgunaan wewenang, pelanggaran etik kepolisian, hingga potensi korupsi dalam proses pembebasan lahan. Ia juga menyebut keterlibatan sejumlah oknum aparat kepolisian dalam memfasilitasi penyerahan dana yang dinilainya tidak transparan.

“Kepolisian seharusnya netral dan melindungi masyarakat, bukan memfasilitasi transaksi yang merugikan kami sebagai rakyat kecil,” Tegas dia.

Tak berhenti di situ, Jhon Kenedy juga mendatangi DPR RI di Jakarta, meminta agar Komisi terkait memanggil manajemen PT. Indo Tambangraya Megah (ITM) sebagai pemilik modal PT. NPR, agar mereka turun tangan menyelesaikan konflik dan membayar ganti rugi langsung kepada para pemilik lahan yang sah.

Tuntutan Pemilik Lahan

Melalui Lembaga Pemantau Kebijakan Publik (LPKP) Kalimantan Tengah, Jhon Kenedy dan para pemilik lahan mengajukan tuntutan sebagai berikut :

  1. Pembayaran ganti rugi/tali asih 190 Ha dibatalkan dan diulang, dengan melibatkan pemilik sah.
  2. Menuntut pengusutan hukum terhadap Kepala Desa Karendan dan Muara Pari, yang dinilai menerima uang bukan pada tempatnya.
  3. Mendesak PT. NPR membuka dokumen perjanjian, pengukuran, dan daftar penerima sah, untuk diverifikasi secara terbuka.
  4. Menolak keterlibatan pihak bernama Arif Syubahan, yang diduga memiliki kepentingan politik dan dapat menimbulkan konflik horizontal.
  5. Mengingatkan bahwa jika prosedur hukum tetap diabaikan, aktivitas PT. NPR di lapangan berpotensi dihentikan secara massa oleh masyarakat adat.

“Kami bukan mengancam, tapi memperingatkan. Jika hak kami terus diinjak, jangan salahkan jika masyarakat turun langsung menghentikan tambang,” Tutup Jhon Kenedy.

Catatan Redaksi

Hingga berita ini diterbitkan, PT. NPR, Kapolres Barito Utara, dan kedua kepala desa terkait belum memberikan klarifikasi resmi atas tudingan tersebut.

(Tim/Kabar Banua Kita)