Kabarbanuakita.com, Muara Teweh – Seorang warga masyarakat adat Desa Karendan, Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara. Atas nama Priyanto, menyatakan penolakannya atas surat pemberitahuan dari pihak perusahaan pertambangan batubara PT Nusantara Persada Resources (PT.NPR) yang memerintahkan dirinya untuk membongkar pondok ladang miliknya.

Dalam surat tersebut bahwa PT NPR mengklaim bahwa lokasi pondok berada di dalam wilayah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik perusahaan, serta menyebut bahwa kompensasi atau tali asih telah diberikan kepada pemilik pondok dalam bentuk Jasa Bongkar

Namun, Priyanto membantah keras klaim tersebut. Ia menegaskan bahwa

“Pondok ladang saya itu sudah ada jauh sebelum PT. NPR masuk dan melakukan aktivitas. Saya tidak pernah diundang, tidak pernah menerima tali asih atau kompensasi apapun. Pernyataan dalam surat tersebut adalah bohong dan mencemarkan nama baik saya.”kata Prianto kepada Media ini. Selasa, (17/06/2025).

Lebih lanjut, ia juga menganggap langkah dari perusahaan ini adalah bentuk intimidasi, penghilangan hak masyarakat adat, dan tindakan sewenang-wenang yang bertentangan dengan hukum. Ia menyebut surat pemberitahuan dari PT. NPR diduga sebagai bentuk pemalsuan informasi dan niat untuk melakukan perusakan terhadap properti pribadi, yang menurutnya merupakan perbuatan melawan hukum, Ujar dia.

Dugaan Pelanggaran Hukum oleh PT. NPR

Priyanto menilai yang ia sampaikan melalui pernyataan terbuka, meminta agar aparat penegak hukum menyelidiki secara menyeluruh motif dan keabsahan surat tersebut. Ia menuntut keadilan dengan menyebutkan serta mengutip sejumlah potensi pelanggaran hukum, di antaranya :

  1. Pasal 1365 KUHPerdata – Tentang perbuatan melawan hukum.
  2. Pasal 310 KUHP – Tentang pencemaran nama baik.
  3. Pasal 242 KUHP – Tentang memberikan keterangan palsu atau pemalsuan dokumen.
  4. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba – Pasal 136 : Pemegang IUP/IPPKH wajib menyelesaikan hak atas tanah sebelum memulai operasi produksi.
  5. Pasal 68 UU Kehutanan – Setiap warga berhak atas kompensasi jika tanahnya ditetapkan menjadi kawasan hutan.
  6. Putusan MK No. 34/PUU-IX/2011 – Negara tidak boleh mengabaikan hak masyarakat adat atas tanah, meskipun ditetapkan sebagai kawasan hutan.

Tuntutan Priyanto

Prianto meminta agar aparat penegak hukum menghentikan perencanaan pembongkaran pondok secara sepihak.

Tindak tegas pihak yang menyebarkan informasi palsu seolah telah ada pemberian kompensasi.

Libatkan masyarakat secara adil dan terbuka dalam setiap proses pembebasan lahan.

Hadirkan Tim Independen dari pusat untuk investigasi kasus ini.

“Saya bukan menolak pembangunan, tapi saya menolak perlakuan semena-mena terhadap masyarakat kecil yang selama ini hidup dari ladang dan hidup di hutan. Saya hanya ingin keadilan yang harus ditegakkan,” tutup Priyanto.

Hingga berita ini diterbitkan pihak PT NPR belum memberi tanggapan saat dikonfirmasi melalui saluran WhatsApp.

(Hertosi/Kabar Banua Kita)