Kabarbanuakita.com, Muara Teweh – Masalah berkepanjangan antara PT. BDA dengan 3 warga Desa Sikui Kecamatan Teweh Baru telah sampai pada ujung mediasi dengan kesimpulan, Perusahaan wajib membayar tali asih dan denda adat dalam rentang waktu selama 4 hari.
Hal itu terjadi setelah mediasi berturut-turut dilakukan dan puncaknya terakhir hari ini di Aula kantor Kecamatan Teweh Baru, pada Kamis, 6 Maret 2025 Pagi, difasilitasi oleh Camat Teweh Baru, H. Jhoni.
Rincian yang harus dibayarkan PT. BDA adalah Denda Adat sebesar 222 juta dan ganti rugi lahan atau tali asih sebesar kurang lebih 200 juta.
Kesimpulan tersebut diambil karena kegiatan operasional PT. BDA dinilai telah mengakibatkan kerusakan lahan dan kebun milik warga lokal setempat, yaitu milik Bapak Salapan Ungking, Tri Esa Mahendra dan Minal Abidin.
Kesimpulan rapat mediasi diperkuat lagi dari penjelasan pihak terkait yang hadir dalam mediasi, yaitu Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian Kabupaten Barito Utara, Mantir Adat serta Damang Adat Teweh Baru.
Selain itu didukung pula oleh Dewan Adat Dayak Kabupaten Barito Utara dan Dewan Adat Dayak Kecamatan Teweh Baru yang menjadi penengah masalah ini.
Hison selaku Ketua II Dewan Adat Dayak Kabupaten Barito Utara menekankan agar perusahaan lebih menghormati keputusan Lembaga Adat yang otoritatif seperti keputusan Damang dan Mantir. Karena lembaga ini adalah lembaga tertinggi Adat yang bersumber dari kearifan lokal dan diakui oleh negara.
“Mereka itulah yang berhak menetapkan keputusan karena sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 8 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat Dayak,” tegas Hison.
Hison juga secara tegas mempertanyakan kinerja PT. BDA di Barito Utara yang banyak menemui bermacam permasalahan dengan warga di wilayah operasionalnya.
Sementara itu, Mula Dewi, Humas Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Barito Utara menerangkan, DAD selaku lembaga adat yang diminta warga untuk menengahi permasalahan ini sudah beberapa kali memediasi, dan disitu pernah ada permintaan tawar menawar untuk menurunkan denda adat dan disetujui sebagai bentuk toleransi. Akan tetapi belum juga dibayar, perusahaan minta ada pertemuan lagi kata Mula Dewi menceritakan kronologisnya.
“Bukan lagi diturunkan sepinggang, tapi selutut sudah diturunkan ini,” kata Mula Dewi mengibaratkan.
Dewan Adat Dayak, menurut Mula Dewi, menginginkan dengan diturunkannya nominal denda, maka kedua belah pihak baik warga dan PT. BDA dapat sama-sama merasa senang dan perusahaan dapat bekerja secara lebih optimal.
“Sudah melebihi luar biasa dikurangi, agar kedua belah pihak ini ketika ada terjadi ganti rugi, masyarakat masih merasa senang dan perusahaan masih bisa beraktivitas dengan baik,” harap Mula.
Pihak PT. BDA dalam mediasi ini kooperatif dan lebih banyak mengakomodasi masukan dan menyatakan akan meneruskannya ke pucuk Pimpinan, dengan alasan mereka hanya sebagai karyawan manajemen dan tidak dapat mengambil keputusan.
“Nanti akan kami teruskan ke Pimpinan lagi,” kata perwakilan PT. BDA.
Jawaban dengan cara “mengover” ini justru dianggap peserta mediasi sudah berulang kali dilakukan dan dianggap hanya cara mengulur waktu supaya masalahnya dapat berlarut-larut.
Camat Kecamatan Teweh Selatan H. Jhoni mengaku dilematis menyangkut masalah ini. Baginya hal ini adalah sesuatu yang membuat dirinya serba salah.
“Satu sisi harus mendukung investor namun disatu sisi harus melindungi warga,” kata H. Jhoni.
Setelah kesimpulan rapat mediasi dibacakan, kini ada 4 hari bagi PT. BDA untuk membayar denda kepada warga dan adat. Pihak PT. BDA (Batubara Duaribu Abadi) yang coba kami mintai tanggapannya usai kegiatan mengaku tidak dapat memberikan pernyataan apa-apa.
(M. Gazali Noor /Hertosi/ Kabar Banua Kita)

Tinggalkan Balasan