Kabarbanuakita.com, Jakarta – Pengajar Hukum Pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi yang mendiskualifikasi seluruh pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Barito Utara adalah tamparan keras bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Tidak hanya itu, putusan MK merupakan pukulan telak bagi seluruh paslon yang didiskualifikasi dan partai pengusungnya.
“Putusan ini juga jadi evaluasi mendasar bagi Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah untuk memperbaiki kinerjanya,” kata Titi dikutip dari laman Kompascom Rabu (14/5/2025). Dia mengatakan, putusan MK sejatinya menekankan ketidakmampuan Bawaslu Kalteng untuk secara optimal dan kontekstual menggunakan kewenangannya dalam menangani laporan pelanggaran administratif politik uang yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif pada saat pelaksanaan PSU.
“Selain itu, Bawaslu beserta jajaran harus terus berbenah agar pengawasan dan penegakan hukum bisa berlangsung efektif dengan hasil yang juga mampu menghadirkan keadilan pemilu bagi semua pihak yang berkontestasi,” imbuh dia.
Titi menilai, putusan MK ini menjadi pengingat tentang pentingnya pendidikan politik bagi pemilih untuk menegakkan etika dan moralitas pemilu yang bermartabat. “Sekaligus menjadi penegasan bagi parpol untuk tidak terlibat dalam pemberian suara dan serius mengawasi perilaku calon yang diusungnya agar tidak melakukan praktik politik uang dalam kerja-kerja pemenangan pilkada,” katanya. Sebagai informasi, MK mendiskualifikasi seluruh paslon, yakni paslon nomor urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan nomor urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya, karena terbukti menjalankan praktik politik uang.
Berdasarkan rangkaian bukti dan fakta hukum persidangan, Mahkamah menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan paslon nomor urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp 16 juta untuk satu pemilih.
Bahkan, saksi Santi Parida Dewi menerangkan bahwa ia telah menerima total uang Rp 64 juta untuk satu keluarga. “Begitu pula pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 dengan nilai sampai dengan Rp 6,5 juta untuk satu pemilih dan disertai janji akan diberangkatkan umrah apabila menang, sebagaimana keterangan Saksi Edy Rakhman yang total menerima uang sebanyak Rp 19,5 juta untuk satu keluarga,” kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah. Terhadap fakta hukum tersebut, praktik money politics yang terjadi dalam penyelenggaraan PSU di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah, dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru, memiliki dampak yang sangat besar dalam perolehan suara hasil PSU masing-masing pihak. Oleh karena itu, Guntur menyebut adalah tepat dan adil jika dinyatakan bahwa kedua pasangan calon telah melakukan praktik money politics yang menciderai prinsip-prinsip pemilihan umum dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. “Secara lebih sederhana, praktik politik uang itu benar-benar telah merusak dan mendegradasi pemilihan umum yang jujur dan berintegritas,” ujarnya.
(Ist/Kabar Banua Kita)

Tinggalkan Balasan