Kabarbanuakita.com, Muara Teweh – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) terjadi di Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. BBM langka sudah hampir sepekan terakhir.

Akibatnya. Pengendara terpaksa harus membeli BBM eceran dengan harga yang super mahal di pinggiran jalan Iman Bonjol.

Penjual membanderol dengan harga Rp. 25 ribu per liter

Harga tersebut melonjak tinggi dari sebelumnya saat tak ada kelangkaan BBM
Harga Pertalite hanya Rp. 13 ribu.

Menanggapi itu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barito Utara H. Parmana Setiawan, ST mengatakan,

Atas kelangkaan BBM tersebut Pemerintah Daerah menjadi sasaran kemarahan warga saat terjadi kelangkaan dan meningginya harga BBM karena dianggap berada di garis depan pelayanan publik. Meskipun kewenangan penuh dalam tata kelola energi dan distribusi utama berada di tangan pemerintah pusat dan Pertamina.

Mengapa Pemerintah Daerah Disalahkan?

Visibilitas langsung
warga mengalami langsung dampak kelangkaan di SPBU lokal, sehingga pemerintah daerah (Pemda) menjadi pihak terdekat yang dapat dimintai pertanggungjawaban atau solusi.

Persepsi Kewenangan

Ada persepsi di masyarakat bahwa Pemda memiliki kuasa penuh untuk menyelesaikan masalah di wilayahnya, padahal dalam rantai pasok BBM, peran utama ada di level pusat.

Ketidakpahaman Alur

Masyarakat sering kali tidak sepenuhnya memahami pembagian peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat (Kementerian ESDM, BPH Migas) dan pemerintah daerah dalam pengelolaan energi.

Pembagian Tanggung Jawab

Meskipun distribusi BBM adalah tanggung jawab utama pemerintah pusat dan PT Pertamina (Persero), pemerintah daerah memiliki peran pendukung yang penting.

“Pemerintah Pusat dan PT Pertamina
Bertanggung jawab atas kebijakan penetapan kuota nasional, pengadaan, impor, dan jaringan distribusi utama dari hulu ke hilir,” Ujar Politisi PKB kepada Kabarbanuakitacom, Rabu (03/12/2025) malam.

Pemerintah Daerah sambung Parmana, Berperan dalam hal pengawasan penyaluran BBM bersubsidi di wilayahnya, memastikan pendistribusian tepat sasaran, mengusulkan penambahan kuota lokal, dan membantu mengkoordinasikan solusi saat terjadi hambatan distribusi “misalnya, akibat bencana alam atau cuaca buruk”

Dalam beberapa kasus, kelangkaan memang dapat diperparah oleh faktor lokal seperti gangguan transportasi (banjir atau kemacetan di pelabuhan), penyelewengan oleh oknum, atau panic buying, di mana pemerintah daerah dituntut untuk segera bertindak.

Kesimpulannya,
Meskipun Pemda tidak memiliki kendali penuh atas pasokan BBM, mereka sering disalahkan karena menjadi representasi pemerintah yang paling mudah dijangkau dan terlihat oleh masyarakat saat krisis terjadi.

“Dan saya meminta Pertamina benar benar menjalankan mandatnya untuk menyediakan energi bagi seluruh masyarakat dan segera mengambil langkah antisipatif serta solutif untuk mengatasi kelangkaan BBM saat ini. Agar juga kami sebagai Wakil Rakyat beserta pemerintah daerah tidak menjadi sasaran warga,” Ungkapnya.

Kemudian yang sebenarnya itu adalah tugas dan wewenang utama pertamina dan pemerintah pusat.

“Semua merasa resah, dan saya sendiri aja sempat mendorong Motor sampai rumah karena kehabisan bahan bakar, disebabkan pedagang eceran pun kosong di sepanjang jalan,” Pungkasnya.

(Hertosi/Kabar Banua Kita)